28 Juni 2016

Subliminal Message

Beberapa hari lalu, timeline Facebook saya mendadak jadi HOT gara-gara hashtag #NoConjuringNoProblem. Heran karena gak biasanya, akhirnya saya iseng-iseng ikutin beberapa komentar dan status terkait hashtag ini. Btw, first of all saya nulis note ini bukan semata-mata karena yang posting hashtag itu adalah Pastor saya dan salah 1 orang yang saya respect, tapi karena setelah saya melihat komentar-komentar yang juga dari saudara seiman saya yang Kristen, saya jadi 'gatal' untuk sharing ini. Semoga sharing ini bisa sedikit memuaskan para sahabat dan saudara seiman saya dari kaum 'intelektual' yang mungkin kurang puas dengan jawaban-jawaban yang diberikan oleh saudara Kristen lain. And NO, I don't intend to start another debate. :)


FAITH / BELIEF


First, saya mau share dulu tentang iman (faith or belief). Bagi saya, iman / belief (tidak selalu berbau agama, tapi lebih dalam ke prinsip hidup atau bagaimana seseorang memandang kehidupan dan segala sesuatu di sekitarnya) itu bagian dari human nature. Theists believe in God or a Supreme Power above everything, Atheists believe there is no God, and for those who say they believe in nothing, well you actually believe in something (nothing). Saya nggak lagi bermain kata-kata, tapi kenyataannya seperti itu kan.

Lalu sekarang saya mau jelaskan apa dampak dari belief ini. Belief ini dibangun sejak kita lahir, entah dari keluarga atau nanti dari lingkungan setelah kita dewasa. Saya percaya kalau belief itu adalah core atau sumber yang mendasari semua pikiran dan perilaku kita. Oleh sebab itu, semua buatan manusia yang ada di kolong langit, sedikit banyak pasti ada pengaruh dari belief pembuatnya. Buatan manusia itu bisa berupa teknologi, karya seni, peraturan pemerintah, budaya, apapun itu yang dibikin manusia.

Contoh nih, perdebatan antara kaum Creationist dan Evolutionist. Yang satu percaya kalau Bumi itu umurnya sekitar 6000 tahun, yang satu percaya kalau Bumi umurnya sudah milyaran tahun. Sample tanahnya sama kok bisa beda interpretasinya? Dua-duanya kaum scientist lho yang nggak bakal buka suara kalau gak berdasarkan bukti scientific. Jawabannya ya karena belief tadi. Yang satu pakai kacamata Kristiani dan menggunakan Bible sebagai pembanding, yang satu Non-Kristiani dan berusaha untuk mematahkan argumen Bible. So I think, kebanyakan perdebatan dan perang di dunia ini itu sebenarnya pada intinya adalah karena perbedaan belief ini.


MEDIA


Sekarang saya masuk ke media. Sebagai orang yang bekerja di industri multimedia, saya cukup paham apa itu media dan kekuatannya (I'm not a media expert, but yeah I know what it is). Media dapat digunakan untuk membangun opini publik, dan saat opini publik itu terbangun, opini itu akan diterima sebagai sebuah truth. Makanya nggak kaget waktu pemilu terakhir di Indonesia, tiba-tiba banyak media-media news baru yang bermunculan. Itu karena mereka tahu the power of media, mencoba dengan senjata ini untuk membangun opini publik.

Orang Indonesia, menurut pengamatan pribadi saya, tipikalnya banyak yang suka latah. Ada judul artikel yang menyerang kaum yang berbeda belief-nya dengan dia, langsung di share karena merasa belief-nya disupport. Ada postingan foto, kalau like dan share bisa selamatkan orang-orang menderita di ujung dunia sono, langsung di like dan share. Eh, bro and sis, kalau mau nolong orang ya buat aksi yang nyata donk. Minimal, kalau gak bisa bikin aksi nyata ya doain, bukannya ngelike. nggak tau lagi kalau prinsipnya ngelike = doain #tepokjidat.

I'm not sure, tapi mungkin ada hubungannya juga dengan habit membaca yang kurang dihargai di negara kita tercinta. Malas membaca membuat malas mencari informasi, sehingga mudah sekali percaya dengan setiap informasi yang masuk.

Jadi, media sebagai bikinan manusia juga tidak terlepas dari pengaruh belief pemiliknya atau siapa yang menjalankannya. Apakah media itu jahat? Nggak! Tapi tergantung siapa yang pegang kontrol. Ibarat pisau, mau dipakai motong daging atau bunuh orang itu tergantung siapa yang pegang.



SUBLIMINAL MESSAGE




Nah sekarang saya akan masuk ke bagian yang jadi judul note saya kali ini. Subliminal message (bisa dicari di google) sederhananya adalah pesan terselubung yang disampaikan oleh seseorang lewat sebuah media. Pesan ini barang alus, bro and sis, nggak kerasa waktu masuk. Kalau langsung kelihatan buruk, kita refleks bisa menolak, tapi kalau barang alus? Tiba-tiba udah masuk gitu aja. *plung*

Ada pepatah berkata kalau 'mata dan telinga itu jendela jiwa'. Bagi saya, itu artinya mata dan telinga itu adalah jalan masuk dari semua informasi yang saya dengar, lihat, dan baca ke dalam jiwa / pikiran saya. Semua informasi itu seperti benih yang ditaburkan di memori saya yang entah tumbuh atau tidak nantinya. 'Tumbuh' di sini dalam artian benih itu matang dan sanggup untuk mengubah belief saya atau paling tidak minimal bikin saya bingung dan ragu dengan belief saya.

The problem is, begitu benih-benih ini ditaburkan, kita tidak bisa langsung menghapus dari memori kita. Kalau ada yang bisa shift+del memorinya, gak ada ceritanya orang bisa baper atau gagal move on, bro and sis. Saya juga minta diajarin kalau ada yang punya skill begitu. hehehe

Subliminal message itu seperti perokok pasif. Di awal-awal nggak kerasa efeknya, tau-tau sudah jadi penyakit. Waktu kita nonton film (film juga termasuk salah 1 media, fyi), nggak kerasa apa-apa. Kita yakinkan diri kita, 'ah itu kan cuma film', tapi suatu saat waktu kita ketemu situasi / experience yang ada mirip-miripnya dengan film itu, there's a chance memori tentang film itu akan pop up dan we might think that the film is the truth. Di sini kita mulai ragu dengan belief kita, apalagi biasanya dalam situasi-situasi yang memakai banyak emosi (marah/sedih/happy) bakal membuat pikiran kita kurang jernih. Iya kalau yang tumbuh itu dari benih yang baik, kalau nggak kan berabe.

Contoh sederhana nih, kalau pas lagi happy dengerin lagu patah hati, nggak ngefek apa-apa kan. Coba pas lagi patah hati dengerin lagu yang sama, kayaknya cuma lagu itu yang deh bisa ngertiin perasaan kita. Intinya yang saya mau sampaikan adalah it's all by chance.

Film terakhir yang saya tonton yang saya 'aware' dengan subliminal message nya adalah Kungfu Panda 3. Saya tulis 'aware' karena saya juga gak pede-pede banget selalu bisa mendeteksi 100% pesan-pesan model beginian (namanya juga barang alus, gan).

Buat yang udah nonton, di samping mengajarkan nilai-nilai yang baik seperti percaya diri, kerja tim, dan sacrifice untuk kebaikan orang lain, sadar nggak kalau film ini juga promote gay marriage? Sepanjang film, 1 pesan yang ditekankan adalah 'having 2 dads is awesome', di Indonesia mungkin tidak terlalu ngefek karena masih konservatif (thank God), tapi di negara-negara yang sudah men-sahkan UU yang mendukung LGBT, efeknya besar. Di negara-negara itu, kesempatan untuk melihat fenomena 2 papa dan 1 anak di jalan-jalan lebih besar daripada di sini. Film ini menarget audience anak-anak (mungkin) dengan harapan si pembuat pesannya adalah saat anak-anak ini dewasa nanti, mereka bisa lebih menerima hal itu.

Btw, perlu di garis bawahi bahwa saya menulis ini bukan berarti saya mendukung pelaku penembakan di Orlando beberapa hari lalu yang menewaskan banyak orang dari kaum LGBT. I believe that's not the way Christ love people.


WHAT ABOUT HORROR MOVIE?


Ini opini saya tentang film horor. Saya sendiri tumbuh dengan menonton film-film horror dan sadis. Sebut saja Nightmare on Elm Street, Emily Rose, Final Destination, Saw, Hostel, saya nonton itu semua dari saya masih kecil sampai remaja. Di tempat kursus bahasa Inggris saya dulu, guru saya punya cara unik untuk melatih kemampuan Inggris kami, yaitu dengan nonton film berbahasa Inggris + subtitle nya bahasa Inggris juga. Cara itu cukup efektif buat saya, tapi entah kenapa film yang diputar sering bergenre horror dan sadis gitu (kayaknya karena dia juga ngefans sih). And trust me, waktu adegan-adegan sadis di film-film model Saw dan Hostel, 1 ruangan cuma saya sendiri yang ketawa-ketiwi (karena udah biasa) sementara yang lain jerat-jerit. *iya, saya rada psycho kayaknya*

Sejak saya kenal Tuhan Yesus, secara perlahan-lahan saya juga ga tau persisnya, ketahanan saya untuk menonton film-film seperti itu jadi jauh menurun. Dari yang biasa, jadi nggak biasa/nyaman lagi. Dan setelah 10 tahun ini menjadi orang Kristen, saya mulai memahami, kalau boleh saya sebut, nature dari film horror.


Film horror ini plotnya langsung menembak ke arah spiritualitas / roh. Mana ada sih film horror yang nggak ada setannya? Prinsip-prinsip rohani yang diajarkan lewat film-film ini lah yang langsung menarget ke belief kita.

--
"Ah, kalau imannya gak kuat gak usah nonton lah. Kepo banget." Seperti yang udah saya sebut di atas, waktu nonton film gak kerasa apa-apa, bro and sis. Iman kuat emang harus, kita justru semakin hari harus terus menguatkan iman kita. Tapi ingat, mata dan telinga kita adalah jendela jiwa, ada benih yang ditabur dari film-film itu ke dalam memori kita yang menunggu waktu untuk tumbuh kalau situasinya mendukung.

Iblis itu suabarrr bro and sis kalau bekerja, mereka gak buru-buru, tapi deadly. Yang buru-buru itu cuma klien yang minta desain kelar besok hari.. (ups, malah curhat :p )

Saya beberapa kali berdialog dengan saudara sesama Kristen yang pas menyinggung topik tentang demonic activity, sedihnya banyak yang pemahamannya tentang demonic activity tidak berdasarkan Bible, tapi dari film-film horror yang pernah ditontonnya. Do u know that meskipun ada Bible-nya di film-film horror itu, biasanya udah di twist. Iya, saya percaya ada truth di segala sesuatu, bahkan di film horror sekalipun. Tapi twistnya suka alusss bro and sis, sampe kita ga sadar. Terutama buat yang jarang baca Bible / bacanya skip-skip karena merasa udah pernah tau ceritanya.

--
"Gak usah terlalu fanatik lah, apa-apa pake ayat dicocok-cocokin." Well, bro and sis yang bilang gini, saya jadi nanya balik, kamu Kristen bukan sih? Kalau bukan saya maklum, tapi kalau Kristen, harusnya tahu donk kalau Bible itu top and final authority. Segala sesuatu harus dilihat dan dibandingkan dengan prinsip-prinsip Alkitabiah.

"..pake ayat dicocok-cocokin." Nah, saya agak hati-hati dengan statement ini. Firman Tuhan itu ada 2 jenis, logos dan rhema. Logos yang tertulis (Alkitab fisik kita), dan rhema adalah yang Tuhan 'buka' / reveal melalui Roh Kudus saat kita membaca logos. Rhema tidak pernah bertentangan dengan logos, lha sumbernya sama dari Tuhan kok. Tapi, kadang kita belum bisa menerima rhema yang diterima seseorang karena rhema itu relevan dengan pengalamannya dia dan bukan kita. Atau ada pengetahuan-pengetahuan lain yang kita belum mengerti sehingga kita gagal paham dengan rhema orang lain. Tapi saya juga tidak menampik bahwa memang ada oknum-oknum yang memanfaatkan ayat-ayat Alkitab untuk personal gainnya. So, jangan buru-buru menjudge orang lain. ;)

--
"Pikirannya sempit banget." Ini lagu lama, udah lawass.

Masuklah melalui pintu [gerbang] yang sesak itu, karena lebarlah pintu [gerbang] dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu [gerbang] dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.

- Matius 7:13-14

Pintu yang sesak / sempit itu tidak cuma berbicara bahwa jalan keselamatan hanya ada pada Yesus Kristus, tapi juga bagaimana kita menjaga pikiran dan perilaku kita saat kita masih hidup di dunia. Alkitab juga mengajarkan jangan jadi serupa dengan dunia kan?

Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.

- Roma 12:2


"..be not conformed to this world (KJV)" jangan serupa / menjadi sama dengan nilai-nilai yang dunia ajarkan. Conformed itu seperti pudding yang dituang ke cetakan, Tuhan tidak mau setelah kita lahir baru, kita masih memakai cetakan duniawi.

Nah, karena orang Kristen tidak mengikut nilai-nilai dunia yang adalah mayoritas / populer tapi mostly corrupted, makanya orang Kristen disebut sempit pikirannya. Iya emang, sempit, tapi apa maksudnya orang Kristen trus jadi bodoh (sempit karena kurang pengetahuan) ?


Eitss, di Roma 12:2 dikatakan "berubahlah oleh pembaruan budimu, sehingga kamu dapat membedakan..", artinya kita juga harus mengejar pengetahuan. Tapi kali ini, dilihat dari prinsip-prinsip Alkitabiah. Tujuannya sebagai filter dari setiap informasi yang masuk ke dalam diri kita. Saya tidak setuju dengan orang Kristen yang tidak mengejar pengetahuan dan literally nyomot ayat Alkitab tanpa pengetahuan juga, menurut saya itu udah salah kaprah.

Hati orang berpengertian memperoleh pengetahuan, dan telinga orang bijak menuntut pengetahuan.

- Amsal 18:15.

Versi NIV "The heart of the discerning acquires knowledge,.." discerning itu artinya memilah, memfilter, membeda-bedakan. Telinga orang bijak menuntut pengetahuan, nah marilah kita menjadi bijak. :)

Ada 1 komentar yang saya lihat kemarin yang saya rasa cukup bikin geli. Ada 1 ibu-ibu yang membawa anaknya yang masih SD nonton Conjuring 2 dan berkata kalau dia mendapatkan pesan moral yang luar biasa dan mengajarkan anak nya kalau kuasa setan tunduk di bawah nama Yesus. Ermm, sorry sebelumnya, saya emang belum menjadi orang tua, tapi saya rasa itu cara parenting yang kurang tepat. Sistem rating dunia saja, merating film Conjuring 2 dengan label R (Restricted), Ibu kok bisa-bisanya bawa anak di bawah umur masuk. Udah gitu petugas bioskopnya mengijinkan. #tepokjidatlagi


---------------------------
Udah ah, nulisnya kepanjangan nanti malah gak dapet esensinya. Perlu di garis bawahi juga kalau saya bukannya mau support HIDUP DI GUNUNG aja biar nggak terpengaruh yang negatif. Masih ada kok media-media yang orang-orang di baliknya memberikan pesan-pesan yang positif. Yang penting kitanya yang harus lebih bijak memilah-milah, gitu aja. :)

Pesan terakhir yang saya mau sampaikan adalah jangan jadi orang Kristen yang ignorant dan yang terpenting tetaplah terus bertumbuh dalam iman akan Kristus.

Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.

- 1 Tesalonika 5:21



Tuhan Yesus memberkati!
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...