Gelak tawa terdengar di seluruh
penjuru ruangan. Tangis haru ikut mewarnai hari ini. Kebahagiaan, kebanggaan,
kelegaan dirasakan oleh semua orang. Keluarga dan teman-teman datang untuk
merayakan kegembiraan tersebut. Semua, kecuali aku.
Di hari wisuda, hari yang
ditunggu-tunggu, malah menjadi kenangan menyakitkan yang tak terlupakan bagiku.
Kegagalan, kekecewaan, perasaan kesendirian menyelimuti hatiku. Di balik semua
tawa yang terdengar, aku menangis keras. Aku memilih berada di dalam mobilku,
sendiri, melampiaskan segala kekecewaanku dalam tangisan. Dalam hati aku
bertanya, “Tuhan, mengapa aku harus mengalami hal ini?”
Terlintas di kepalaku bagaimana
dulu teman-temanku merasa iri dengan kepandaianku (Aku termasuk salah satu anak
yang pandai di kampus). Dengan begitu ambisiusnya aku sering mengumandangkan
keinginanku untuk lulus dalam waktu 3,5 tahun. Namun, nasib berkata lain, aku
harus mengambil satu semester lagi. Aku menghibur diriku esndiri “Ah, tidak
apa-apa, semester depan aku pasti menyelesaikannya. Aku mampu.” Tanpa kusadari,
kesombongan membisikkan kejatuhan padaku.
Semester berikutnya kujalani,
tetapi perkembangan tugas akhirku sangat sedikit. Semua orang mengatakan “Judul
tugas akhirmu sudah seberat thesis, melebih beban skripsi.” Aku merasa bangga
karena aku mendapat kesempatan untuk melakukan lebih dari orang lain. Namun di
sisi lain aku merasa takut kalau-kalau aku tidak mampu melakukannya. Sekali
lagi kesombongan berbisik, “Kamu pasti bisa! Kamu lebih pintar.”
Kata penguatan “kamu pasti bisa”
mengaburkan pandanganku. Fokusku hanyalah pada diriku dan kemampuanku. Aku lupa
Tuhanlah yang mengangkat aku selama aku kuliah. Padahal, aku sering memberi
kesaksian bahwa di SMA aku bukanlah anak yang berprestasi, hanya anak
rata-rata. Aku tidak pernah membawa tugas akhir ini ke dalam doa, hanya
mengandalkan kekuatan sendiri.
Waktu berjalan dan aku meremehkan
bobot tugas akhir itu. Bahkan aku sempat membantu teman-teman dalam pengerjaan
mereka, lebih banyak daripada aku mengerjakan tugas akhirku sendiri.
Kesombonganku membawa pada kejatuhan. Aku harus mengambil semester yang baru
lagi hanya karena tempat penelitianku tidak dapat menyediakan waktu untuk aku
melaksanakan penelitian. Itu berarti aku harus melewatkan hari wisudaku dan
menjalani semester yang baru lagi.
Di hari kelulusan, aku hanya bisa
melihat kelulusan teman-temanku dengan tersenyum kecut. Perasaan gagal terus
ada di dalam diriku. Pelukan demi pelukan yang kudapat dari teman-temanku
membuat air mata tidak dapat lagi terbendung. Aku merasa sendiri karena
teman-teman dekatku sudah lulus, aku bukan orang yang mudah mendapatkan teman.
Timbul pertanyaan sekali lagi, “Tuhan, akankah aku sanggup menghadapi
semuanya?”
Sekitar 2 bulan lamanya aku
menghibur diriku dengan berlibur. Di hari-hari itu juga aku menguatkan diriku,
aku menaruh kembali harapanku kepada Tuhan. Aku mulai membawa kembali beban
hatiku kepada-Nya. Fokusku berubah dari “aku mampu”, menjadi “Tuhan yang
memampukanku”.
Menyelesaikan tugas akhir
tersebut tetap bukan perkara yang mudah. Namun, Tuhan, ya, hanya Tuhan yang
selalu menganugerahkan kelegaan, kekuatan dan pengharapan baru. Aku memutuskan
untuk “rest in Him” sepanjang semester terakhir itu.
Selangkah demi selangkah aku
lalui dan aku berhasil menyelesaikannya. Saat aku keluar dari ruang sidang dan
mendengar kata “A”, semua deritaku seakan terbayar. Aku tidak bisa berhenti
tersenyum hari itu! Tidak bisa berhenti mengucapkan “Terima kasih Tuhan untuk
anugerah-Mu!”
Satu lagu yang muncul di benakku,
lagu yang selalu menguatkanku selama pengerjaan tugas akhirku...
In Christ alone, I place my trustI found my glory in the power of the crossIn every victory, let it be said of meMy source of hope, my source of strengthIs Christ alone
Hanya dalam Tuhan aku menaruh
harapanku. Hanya dalam-Nya aku menemukan kemenangan. Setiap saat kakiku
berlutut dalam hadirat-Nya, aku datang hanya untuk berserah. Dan saat itu aku
tau, Dia yang menyediakan kemuliaan yang lebih besar dari yang aku dapat
bayangkan. Dalam kelemahanku, kemuliaan-Nya semakin dinyatakan! Kasih
karunianya cukup bagiku!
2 Korintus 12:9 Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih
karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi
sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya
kuasa Kristus turun menaungi aku.
Tuhan Yesus memberkati!
- VC -
- VC -