16 Februari 2013

In Christ Alone

Gelak tawa terdengar di seluruh penjuru ruangan. Tangis haru ikut mewarnai hari ini. Kebahagiaan, kebanggaan, kelegaan dirasakan oleh semua orang. Keluarga dan teman-teman datang untuk merayakan kegembiraan tersebut. Semua, kecuali aku. 

Di hari wisuda, hari yang ditunggu-tunggu, malah menjadi kenangan menyakitkan yang tak terlupakan bagiku. Kegagalan, kekecewaan, perasaan kesendirian menyelimuti hatiku. Di balik semua tawa yang terdengar, aku menangis keras. Aku memilih berada di dalam mobilku, sendiri, melampiaskan segala kekecewaanku dalam tangisan. Dalam hati aku bertanya, “Tuhan, mengapa aku harus mengalami hal ini?”


Terlintas di kepalaku bagaimana dulu teman-temanku merasa iri dengan kepandaianku (Aku termasuk salah satu anak yang pandai di kampus). Dengan begitu ambisiusnya aku sering mengumandangkan keinginanku untuk lulus dalam waktu 3,5 tahun. Namun, nasib berkata lain, aku harus mengambil satu semester lagi. Aku menghibur diriku esndiri “Ah, tidak apa-apa, semester depan aku pasti menyelesaikannya. Aku mampu.” Tanpa kusadari, kesombongan membisikkan kejatuhan padaku.

Semester berikutnya kujalani, tetapi perkembangan tugas akhirku sangat sedikit. Semua orang mengatakan “Judul tugas akhirmu sudah seberat thesis, melebih beban skripsi.” Aku merasa bangga karena aku mendapat kesempatan untuk melakukan lebih dari orang lain. Namun di sisi lain aku merasa takut kalau-kalau aku tidak mampu melakukannya. Sekali lagi kesombongan berbisik, “Kamu pasti bisa! Kamu lebih pintar.”

Kata penguatan “kamu pasti bisa” mengaburkan pandanganku. Fokusku hanyalah pada diriku dan kemampuanku. Aku lupa Tuhanlah yang mengangkat aku selama aku kuliah. Padahal, aku sering memberi kesaksian bahwa di SMA aku bukanlah anak yang berprestasi, hanya anak rata-rata. Aku tidak pernah membawa tugas akhir ini ke dalam doa, hanya mengandalkan kekuatan sendiri. 

Waktu berjalan dan aku meremehkan bobot tugas akhir itu. Bahkan aku sempat membantu teman-teman dalam pengerjaan mereka, lebih banyak daripada aku mengerjakan tugas akhirku sendiri. Kesombonganku membawa pada kejatuhan. Aku harus mengambil semester yang baru lagi hanya karena tempat penelitianku tidak dapat menyediakan waktu untuk aku melaksanakan penelitian. Itu berarti aku harus melewatkan hari wisudaku dan menjalani semester yang baru lagi. 

Di hari kelulusan, aku hanya bisa melihat kelulusan teman-temanku dengan tersenyum kecut. Perasaan gagal terus ada di dalam diriku. Pelukan demi pelukan yang kudapat dari teman-temanku membuat air mata tidak dapat lagi terbendung. Aku merasa sendiri karena teman-teman dekatku sudah lulus, aku bukan orang yang mudah mendapatkan teman. Timbul pertanyaan sekali lagi, “Tuhan, akankah aku sanggup menghadapi semuanya?”

Sekitar 2 bulan lamanya aku menghibur diriku dengan berlibur. Di hari-hari itu juga aku menguatkan diriku, aku menaruh kembali harapanku kepada Tuhan. Aku mulai membawa kembali beban hatiku kepada-Nya. Fokusku berubah dari “aku mampu”, menjadi “Tuhan yang memampukanku”.

Menyelesaikan tugas akhir tersebut tetap bukan perkara yang mudah. Namun, Tuhan, ya, hanya Tuhan yang selalu menganugerahkan kelegaan, kekuatan dan pengharapan baru. Aku memutuskan untuk “rest in Him” sepanjang semester terakhir itu. 


Selangkah demi selangkah aku lalui dan aku berhasil menyelesaikannya. Saat aku keluar dari ruang sidang dan mendengar kata “A”, semua deritaku seakan terbayar. Aku tidak bisa berhenti tersenyum hari itu! Tidak bisa berhenti mengucapkan “Terima kasih Tuhan untuk anugerah-Mu!”

Satu lagu yang muncul di benakku, lagu yang selalu menguatkanku selama pengerjaan tugas akhirku...
In Christ alone, I place my trust
I found my glory in the power of the cross
In every victory, let it be said of me
My source of hope, my source of strength
Is Christ alone 
Hanya dalam Tuhan aku menaruh harapanku. Hanya dalam-Nya aku menemukan kemenangan. Setiap saat kakiku berlutut dalam hadirat-Nya, aku datang hanya untuk berserah. Dan saat itu aku tau, Dia yang menyediakan kemuliaan yang lebih besar dari yang aku dapat bayangkan. Dalam kelemahanku, kemuliaan-Nya semakin dinyatakan! Kasih karunianya cukup bagiku! 

2 Korintus 12:9 Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.

Tuhan Yesus memberkati!

- VC -
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...